STOP PACARAN and SEX BFORE MARRIED... AVOID to ABORTION...!!!

Monday, June 10, 2013

Menelisik Jejak Pemanjat di Bambapuang

Menelisik Jejak Pemanjat di Bambapuang



Menelisik Jejak Pemanjat di Bambapuang
HIMPALAUNAS.COM, ENREKANG – Mendengar kata Bambapuang,membuat bulu kuduk saya merinding karena teringat kejadian 10 tahun silam. Bambapuang merupakan salah satu tebing yang dipanjat oleh tim pemanjat Himpala Unas pada bulan September 2002.
Tebing Bambapuang merupakan tebing tertinggi di antara tebing-tebing yang berada di Sulawesi Selatan. Namun dari tingkat kesulitan tebing ini tergolong cukup sulit. Akses untuk menuju kaki tebing harus dilalui dengan medan terjal dan sulit dilalui karena terdapat banyak bebatuan lepas. Kondisi tebing juga sangat rapuh karena hampir setiap musim kemarau terjadi kebakaran yang mengakibatkan permukaan tebing menjadi rapuh.
Kondisi tersebut lah yang dialami oleh tim pemanjat Himpala Unas pada tahun 2002. Bila tidak terjadi kecelakaan pada pemanjatan tersebut, tim sudah merasakan kenikmatan dalam mencapai puncak tebing dengan penuh suka-cita. Kebakaran membuat 3 orang pemanjat terpanggang di ketinggian sekitar 215 meter yang membuat pemanjatan tidak sesuai dengan rencana. Beruntung, nyawa ketiganya dapat diselamatkan namun salah seorang anggota tim mengalami luka bakar yang serius.
Banyak penggiat alam bebas, khususnya pemanjat tebing yang telah melakukan kegiatan di sini. Namun, tak sedikit yang mengalami kegagalan, tetapi banyak juga yang berhasil. Tahun 1989 adalah tahun yang naas bagi Mahasiswa Pencinta Alam asal Jakarta, Aranyacala Tri Sakti, salah seorang fotografer, Ali Irfan terjatuh saat akan menjemput pemanjat yang sebentar lagi akan sampai di puncak tebing. Hal tersebut membuat Ali Irfan meninggal dunia.
Tahun 2004 kecelakan juga dialami oleh tim Panjat Tebing asal Universitas Veteran Jakarta, Girgahana, salah seorang pemanjatnya saat itu terjatuh dan beruntung, si pemanjat hanya mengalami cidera ringan terkilir di kaki kanannya. Meskipun demikian, tim tetap melanjutkan pemanjatan hingga mencapai puncak.
Dari rentetan kejadian di atas ada pelajaran penting bagi penggiat panjat tebing untuk tetap berhati-hati dalam melakukan kegiatan. Namun, jangan membuat semangat berpetualang menjadi surut.
Tebing Bambapuang terletak di Sulawesi Selatan tepatnya di Dusun Kotu, Desa Bambapuang, Kec. Anggeraja, Kab. Enrekang atau sekitar 255 km dari kota Makassar. Tebing Bambapuang ini dapat diakses dengan mudah dari kota Makassar dengan kendaraan bermotor.
Ketinggian tebing barada pada ketinggian 1021 mdpl atau sekitar 250 meter tinggi tebingnya. Bambapuang termasuk tebing yang rawan akan bebatuan yang jatuh. Dalam sehari batu rapuh yang jatuh tanpa dipanjat bisa mencapai lebih dari 8 batu bahkan lebih, di kaki Bambapuang dipenuhi dengan bebatuan yang runtuh dan menumpuk, sehingga sulit untuk menuju titik start pemanjatan. Tebing Bambapuang dipenuhi dengan tumbuhan lalang dan pohon yang tidak terlalu besar, sehingga membuat tebing Bambapuang mudah untuk terbakar, tidak jarang pula tebing Bambapuang terbakar.
Tiga hal larangan untuk pemanjatan di tebing Bambapuang, pertama ketika sedang manjat melihat asap segera turun, kedua hari jumat dilarang untuk melakukan pemanjatan, ketiga ketika hujan carilah tempat yang aman atau segera turun disebabkan banyak batuan yang jatuh ketika hujan.
Keberadaan Tebing Bambapuang juga tidak terlepas dari cerita mitos yang diyakini oleh masyarakat setempat. Konon, Bambapuang adalah tebing yang menjulang tinggi sampai ke langit dan merupakan tempat para raja-raja dulu untuk menyimpan harta dan sebagai tangga menuju langit untuk bertemu dengan Tuhan. BambaPuang dalam Bahasa Duri (Enrekang) adalah Tangga Raja, Bamba yang berarti Tangga dan Puang berarti Raja.
Di daerah tebing Bambapuang juga terdapat kerajaan tua yang diyakini adalah kerajaan pertama yang berada di Sulawesi Selatan. Kerajaan tersebut bernama Kerajaan Rura.
Ada sebuah cerita yang dikisahkan, saat Tuhan (Puang Matua) murka kepada masyarakat yang ada didaerah tersebut sehingga Tebing Bambapuang pun diruntuhkan ke arah timur (Tana Toraja). Dapat kita lihat mulai dari bambapuang berjejeran tebing-tebing sampai ke Tana Toraja.
Menurut beberapa warga lainya, mitos desa Bambapuang berawal dari sebuah raja yang mempunyai sepasang anak laki laki dan perempuan yang rupawan pada suatu hari si pangeran meminta kepada ayahnya untuk dinikahkan dengan anak adiknya karena dia tidak mau menikah selain dengan adiknya karena rasa sayang ayahnya kepada anaknya maka di kabulkanlah permintan anaknya tersebut pada saat berlangsung pernikahan. Gunung Bambapuang meletus mengeluarkan batu batu besar dan berhamburan hingga Tanah Toraja jadi mulai dari situlah tanah disana berbatuan.
Hal tersebut di atas merupakan suatu pernyataan bahwa alam tidak dapat ditaklukan dengan keegoisan manusia. Makhluk penghuni alam semesta ini hanya bisa bersinergis dengan alam agar mencapai keseimbangan yang seharusnya. (dra)
Share:

0 comments:

Post a Comment

Statistik

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

Teman